Prof Dr Hari Purnomo, Guru Besar Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia (FTI UII) menyatakan “Pertumbuhan industri saat ini menunjukkan perkembangan yang cukup tinggi sejalan dengan meningkatnya kebutuhan manusia. Pertumbuhan industri akan diikuti dengan bertambahnya tenaga kerja. Berdasarkan data media industri 2011, penyerapan tenaga kerja di tingkat nasional sebesar 104.555.275 pada tahun 2009, sedangkan pada tahun 2010 sebesar 108.207.767 atau terjadi peningkatan sebesar 3,49% yang menyebar di berbagai industri di Indonesia (1)”. Hal tersebut disampaikan saat press release di Program Pascasarjana (PPs) FTI UII Yogyakarta (27/08).
“Meningkatnya jumlah tenaga kerja tentunya akan menambah permasalahan ketenagakerjaan yang terkait dengan keamanan, kenyamanan dan kesehatan, sehingga tingkat kecelakaan akibat kerja cenderung tinggi. Di Indonesia, tingkat kecelakaan kerja relatif tinggi dan mengalami kenaikan setiap tahun. Hal ini disebabkan bertambahnya jumlah tenaga kerja dengan tidak diikuti pengawasan yang baik, sehingga muncul persoalan-persoalan yang memicu terjadinya kecelakaan kerja” imbuh Prof Hari yang juga Dosen Magister Teknik Industri PPs FTI UII.
Prof Hari menambahkan “Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) melaporkan dalam realisasi pembayaran jaminan periode 2008-2012, kasus kecelakaan dan kesehatan kerja terbukti meningkat dengan realisasi pembayaran jaminan dari ke empat jaminan yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK), Jaminan Hari Tua (JHT), maupun Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK). Bahkan, pada tahun 2012 terjadi kenaikan kasus yang cukup tinggi dan jaminan pembayaran naik dua kali lipat (2) . Kondisi ini menunjukkan bahwa tingkat kecelakaan kerja menjadi masalah besar dan perlu penanganan yang serius agar tingkat kecelakaan kerja dapat dikurangi. Penanganan kecelakaan kerja bukan pekerjaan yang mudah untuk diselesaikan. Untuk itu, perlu dilakukan kerjasama dari semua pihak baik dari pemerintah, pelaku usaha maupun pekerja yang secara bersama sama sadar untuk menangani sistem kerja yang dapat memberikan jaminan keamanan dan kesehatan bagi para pekerja”.
“Upaya yang bisa dilakukan untuk menurunkan tingkat kecelakaan kerja adalah dengan merancang sistem kerja yang ergonomis. Permasalahan mendasar adalah pemahaman tentang ergonomi di beberapa perusahaan khususnya industri kecil dan menengah relatif rendah, sehingga banyak yang belum mengimplementasikan ergonomi dalam sistem kerjanya. Bahkan ada yang belum mengenal istilah ergonomi, padahal di negara-negara lain perkembangan ergonomi cukup pesat. Meskipun masyarakat industri banyak yang mengenal ergonomi, namun masih banyak hambatan untuk diterapkan. Hambatan yang menjadikan implementasi ergonomi sulit dijalankan dikarenakan budaya organisasi terhadap jaminan keamanan dan kesehatan rendah sedangkan pimpinan atau pemilik perusahaan hanya berorientasi pada aspek finansial saja. Di sisi lain pekerja mau menerima kondisi pekerjaan apapun meskipun sangat rawan terhadap kecelakaan kerja. Di samping itu pekerja tidak peduli dengan faktor keamanan dan keselamatan kerja, sehingga sering kita temui pekerja tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) meskipun perusahaan menyediakan APD. Slogan-slogan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ditulis pada spanduk hanya sebatas slogan saja dan banyak yang mengabaikannya, sehingga masih sering kita jumpai kecelakaan kerja”, lanjut Prof Hari.
“Persoalan tersebut penting untuk diselesaikan mengingat tingkat kecelakaan kerja relatif tinggi. Oleh karena itu pemahaman dan implementasi tentang ergonomi di perusahaan perlu ditingkatkan demi kesejahteraan pekerja. Ada delapan aspek ergonomi yang perlu dipertimbangkan dalam perancangan sistem kerja di perusahaan antara lain : (a) gizi atau nutrisi; (b) sikap kerja ; (c) pemanfaatan tenaga otot ; (d) kondisi lingkungan ; (e) kondisi waktu ; (f) kondisi informasi ; (g) kondisi sosial-budaya ; dan (h) interaksi manusia mesin. Delapan aspek ergonomi ini perlu diperhatikan agar didapatkan sistem kerja lebih manusiawi, mampu bersaing, berkelanjutan dan tidak menimbulkan masalah dikemudian hari. Aspek-aspek ini dapat dilaksanakan jika para pemilik, pekerja, pemerintah pemangku kepentingan sangat peduli terhadap aspek keamanan dan kenyamanan pekerja. Akan tetapi sering kali para pemangku kepentingan kurang memperhatikan aspek keamanan dan kenyamanan dalam merancang sistem kerja.
Aspek-aspek tersebut harus diperhatikan mengingat pekerja mempunyai keterbatasan dalam melakukan aktivitas kerja. Jika salah satu aspek ergonomi tidak terpenuhi dengan kaidah-kaidah ergonomi, maka akan berdampak pada ketidakharmonisan sistem kerja dengan pekerja sehingga akan timbul masalah bagi pekerja baik saat bekerja di usia produktif maupun ketika memasuki usia pasca-produktif. Prinsip yang selalu digunakan dalam merancang sistem kerja adalah kesesuaian antara pekerjaan dan kemampuan pekerja dengan segala keterbatasannya.
Dengan memperhatikan tingkat kecelakaan kerja yang cukup tinggi maka langkah-langkah strategis yang perlu dilakukan adalah : Pertama, melatih pekerja secara rutin untuk dapat bekerja sesuai dengan kaidah-kaidah ergonomi serta memberikan pemahaman pentingnya aspek keamanan dan keselamatan kerja. Kedua, mendorong pemilik dan pengelola perusahaan untuk mengimplementasikan sistem kerja yang ergonomis di perusahaannya. Ketiga, pemerintah meningkatkan pengawasan secara rutin, tertib dan tegas memberikan sanksi kepada perusahaan yang melanggar undang-undang ketenagakerjaan dan lingkungan. Keempat, masyarakat diminta untuk ikut mengawasi dan melaporkan operasi perusahaan agar tidak ada penyimpangan yang membahayakan keamanan dan keselamatan pekerja serta yang dapat merusak lingkungan.
Jika pemerintah menginginkan perusahaan memenuhi sistem kerja yang ergonomis, setidak-tidaknya empat aspek tersebut menjadi program utama, di mana perancangan sistem kerjanya mengacu pada delapan aspek ergonomi. Persoalan keamanan dan keselamatan kerja di Industri tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintanh, akan tetapi menjadi tanggung jawab semua pihak yang secara bersama-sama peduli terhadap keamanan dan keselamatan pekerja. Lingkungan ergonomis tidak hanya ditekankan yang ada di dalam industri, akan tetapi lingkungan yang ada di masyarakat sekitarnya juga harus ergonomis. Sehingga industri yang beroperasi bermanfaat bagi masyarakat dan tidak merusak lingkungan sekitarnya” pungkas Prof Hari Purnomo.
…………………………………………………………………….
(1) Media Industri. 2011. Memaknai Deindustrialisasi Dengan Benar.Dibacatanggal 26 Oktober 2011.Tersedia di http://www.kemenperin.go.id.
(2) Jamsostek, 2013. Pembayaran Jaminan. Diakses tanggal 22 Maret 2013. Tersedia di http://www.jamsostek.co.id.
Jerri Irgo