Campus Reporting News, 26 April 2013. Penerapan pemilihan elektronik (e-voting) pada pemilu 2014 dinilai akan menimbulkan berbagai permasalahan. Performa e-voting dinilai tidak aman dan sangat berpotensi memberi dampak negatif yang sangat besar. Selain itu jika terjadi kegagalan pada penerapan e-voting, hal ini akan mengurangi kepercayaan masyarakat pada hasil pemilihan presiden. “Kelemahan e-voting memungkinkan masuknya kepentingan pihak-pihak yang ingin mengacaukan proses dan hasil pemilihan” ujar Manik Hapsara, Ph.D., Dosen Teknik Informatika Fakultas Teknologi Industri UII, Jum’at (26/4) di kampus terpadu.

 

Manik berpendapat, jika sampai terjadi kemungkinan harus mengulang proses pemilihan, artinya akan nada pembengkakan biaya demokrasi. Jika hal ini sampai berlarut, maka akan membahayakan kehidupan Negara.

 

Meskipun demikian, Manik juga mengakui bahwa ada berbagai keuntungan jika e-voting berhasil dijalankan. Seperti penghitungan suara dapat dilakukan lebih cepat karena real time online, akurasi data terjamin, kerahasiaan bisa lebih dipastikan karena ada enkripsi, sarana lebih praktis karena pemilih tinggal menyentuh layar touchscreen. “Ini mungkin saja dilakukan, prospeknya sangat cerah tapi sangat sulit menuju kesana. Para peneliti bahkan bilang kalau bisa dilakukan ini menjadi sistem pertama yang aman di dunia”ujarnya.

 

Di Indonesia Komisi Pemilihan Umum memang telah berhasil menerapkan e-voting pada pemilihan umum kepala daerah seperti di Pandegelang Banten, dan Jembrana. Namun, menurut Manik, koneksi internet yang digunakan untuk mengirimkan data suara ke pusat tabulasi memilki banyak lubang keamanan yang dapat mengancam kelancara dan kredibilitas e-voting. Beberapa serangan, kata Manik, sangat mungkin dilancarkan kepada internet seperti spoofing, virus, dan denial of service.

 

Manik menyebutkan beberapa pengalaman penerapan e-voting di beberapa Negara seperti Amerika Serikat, Hawaii, Venezuela, Filipina, dan India. Semuanya menimbulkan masalah masing-masing mulai dari hardware tidak bekerja, sistem tidak mendukung, dan suara yang hilang. Permsalahan ini kata dia bisa terjadi karena terdapat bug pada sistem, atau berhasil diretas oleh hacker dengan menanamkan program yang dirancang untuk mengganggu kerja sistem. “Indonesia belum siap, kalo tetap dilakukan akan timbul pertanyaan, apakah kita mau mempercayakan keselamatan dan kehidupan sosial, politikm ekonomi, dan hukum kita pada sistem yang tidak terpercaya?” tanyanya.

 

Jerri Irgo

 

diberitakan di unisifmradio

Jogja (Antara Jogja) Penerapan e-voting atau pemilihan elektronik pada Pemilihan Umum 2014 rentan menimbulkan berbagai masalah, kata dosen teknik informatika Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Manik Hapsara Ph.D

 

“Performa e-voting dinilai tidak aman dan berpotensi mmberi dampak negatif yang sangat besar. kelemahan e-voting memungkinkan masuknya kepentingan pihak-pihak yang ingin mengacaukan proses dan hasil pemilihan” katanya di Yogyakarta, Jum’at

 

Menurut dia, kegagalan pada penerapan e-voting dapat mengurangi kepercayaan masyarakat pada hasil Pemelihan Umum (Pemilu) 2014. jika terjadi, kemungkinan harus mengulang proses pemilihan yang artinya akan ada pembengkakan biaya demokrasi dan jika berlarut dapat membahayakan kehidupan negara.

 

Ia mengatakan beberapa serangan sangat mungkin dilancarkan kepada internet seperting spooting, virus dan denial of service. Dalam e-voting, internet berfungdi mulsi dari menapilkan electronic ballot hingga mengirimkan data suara ke pusat tabulasi.

 

“Beberapa pengalaman penerapan e-voting dibeberapa negara seperti Amerika Serikat, Vebezuela< Filipina dan Inda menimbulkan masalah masing-masing mulai dari hardware tidak bekerja, sistem tidak mendukung dan suara yang hilang” katanya.

 

Menurut dia, permasalahan itu bisa terjadi karena terdapat bug pada sistem atau berhasil direntas oleh hacker dengan menanamkan program yang dirancang untuk menganggu kerja sistem.

 

“Saya menilai Indonesia belum siap menerapkan e-voting pada Pemilu 2014. Jika tetap dilakukan akan timbul pertanyaan, apakah kita mau mempercayakan keselamatan dan kehidupan sosial politik, ekonomi dan hukum kita pada sistem yang tidak terpercaya?, katanya

 

Jerri Irgo

 

diberitakan Kantor Berita Antara

Sleman, www.jogjatv.tv – Dosen Teknik Informatika dan Magister Teknik Informatika Fakultas Teknologi Industri UII Yogyakarta, Manik Hapsara, mengatakan, masyarakat Indonesia saat ini belum siap untuk menerapkan sistem pemilu dengan menggunakan sistem e-voting, karena masih banyak infrastruktur yang belum tersedia untuk mendukung pelaksanaan sistem ini. Karenanya, pemungutan suara dalam Pemilu 2014 mendatang, baik legislatif maupun presiden, belum bisa dilakukan secara elekronik

 

Manik menambahkan, meski sistem e-voting dapat mempersingkat waktu karena hanya membutuhkan waktu antara 6 sampai 45 detik untuk pencoblosan namun, e-voting juga memiliki kelemahan, yakni bisa memungkinkan masuknya kepentingan pihak-pihak tertentu yang ingin mengacaukan proses dan hasil pemilihan, yang akhirnya dapat mengurangi kepercayaan masyarakat pada e-voting dan hasil pemilihan. Sedangkan jika dilakukan proses pemilihan ulang akan mengakibatkan pembengkakan biaya.

 

Jerri Irgo

 

diberitakan di Jogja-TV

YOGYAKARTA, (PRLM).- Gagasan penerapan e-voting dalam pemilihan umum (Pemilu) 2014 merupakan langkah menantang risiko meskipun Komisi Pemilihan Umum (KPU) sukses menerapkan e-voting pada pemilihan kepala daerah di Pandeglang dan Jembrana.

 

Pakar teknologi informasi Universitas Islam Indonesia (UII) Hapsara Manik, PhD menyatakan keberhasilan e-voting dalam dua pemilu lokal tidak bisa dijadikan jaminan bahwa e-voting dalam pemilu nasikonal bisa sukses.

 

Menurut dia tantangan terberat dari penerapan e-voting pemilihan umum nasional pada daya dukung tingkat sosial pemilih. “Tidak mudah mengubah pe milihan manual dengan mencoblos atau mencontreng kertas ke sentuhan layar komputer atau touchscreen maupun mouse-pinter atau klik layar gambar kandidat,” kata dia, Jumat (26/4/13).

 

KPU Pusat terobsesi dengan e-voting pemilu nasional dengan pertimbangan efisiensi waktu dengan catatan setiap pemilih hanya memerlukan meilih 6-45 detik dan data langsung terakumulasi dalam server.

 

Gagasan menerapkan e-voting, menurut dosen teknik informatika Fakultas Teknologi Industri UII, memerlukan kajian mendalam dari berbagai aspek. Aspek anggaran pengadaan perangkat dan dukungan perangkat lunak sebesar Rp 14 trilliun, di antaranya sebanyak Rp 5-6 triliun untuk pengadaan perangkat keras e-voting.

 

Kemudian keamanan, e-voting sangat rentan dengan kegamangan teknologi, serangan hacker. Dalam kasus e-voting di Amerika, seperti terjadi di negara bagian Bernalilo County dan Maryland, gambar kandidat Kerry pada layar elektronik berubah menjadi kandidat presiden Bush. Kasus lain di Maryland dan Orange County, kandidat tidak terdaftar di daerah pemilihan, yang terdaftar kandidat dari daerah pemilihan lain. Kasus lain di Honolulu, Hawai, kandidat dari partai yang tidak terdaftar tampil dalam layar.

 

Menurut dia kasus-kasus kegamangan teknologi tersebut bisa diatasi oleh para ahlinya. Namun, konteks Indonesia, penggunaan e-voting tantangan terbesar pada aspek sosial. Contoh penelitian tentang penggunaan seluler pada warga usia pemilih di Cangkringan, Sleman, 2011, dari 150 responden sebanyak 80 persen tidak menggunakan seluler. Kasus ini bisa dijadikan perbandingan dengan warga di Indonesia Timur, yang bisa jadi lebih tidak mengenal dan menggunakan teknologi informatika dibanding warga di kawasan Indonesia Barat dan Tengah.

 

“KPU perlu mengaji lebih dalam untuk menerapkan e-voting dalam Pemilu 2014. Saya berpendapat warga pemilih belum seluruhnya siap,” kata dia.(A-84/A-108)***

 

Jerri Irgo

 

diberitakan : Pikiran Rakyat

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA–Penerapan “e-voting” atau pemilihan elektronik pada Pemilihan Umum 2014 rentan menimbulkan berbagai masalah, kata dosen Teknik Informatika Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Manik Hapsara.

 

“Performa ‘e-voting’ dinilai tidak aman, dan berpotensi memberi dampak negatif yang sangat besar. Kelemahan ‘e-voting’ memungkinkan masuknya kepentingan pihak-pihak yang ingin mengacaukan proses dan hasil pemilihan,” katanya di Yogyakarta, Jumat.

 

Menurut dia, kegagalan pada penerapan “e-voting” dapat mengurangi kepercayaan masyarakat pada hasil Pemilihan Umum (Pemilu) 2014. Jika terjadi, kemungkinan harus mengulang proses pemilihan, yang artinya akan ada pembengkakan biaya demokrasi, dan jika berlarut dapat membahayakan kehidupan negara.

 

“Di Indonesia, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai berhasil menerapkan ‘e-voting’ pada pemilihan kepala daerah (pilkada) di Pandeglang, Banten, dan Jembrana, Bali. Namun, koneksi internet yang digunakan untuk mengirimkan data suara ke pusat tabulasi memiliki banyak lubang keamanan yang dapat mengancam kelancaran dan kredibilitas ‘e-voting’,” katanya.

 

Ia mengatakan beberapa serangan sangat mungkin dilancarkan kepada internet seperti “spoofing”, virus, dan “denial of service”. Dalam “e-voting”, internet berfungsi mulai dari menampilkan “electronic ballot” hingga mengirimkan data suara ke pusat tabulasi.

 

“Beberapa pengalaman penerapan ‘e-voting’ di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Venezuela, Filipina, dan India menimbulkan masalah masing-masing mulai dari ‘hardware’ tidak bekerja, sistem tidak mendukung, dan suara yang hilang,” katanya.

 

Menurut dia, permasalahan itu bisa terjadi karena terdapat “bug” pada sistem atau berhasil diretas oleh “hacker” dengan menanamkan program yang dirancang untuk mengganggu kerja sistem.

 

“Saya menilai Indonesia belum siap menerapkan ‘e-voting’ pada Pemilu 2014. Jika tetap dilakukan akan timbul pertanyaan, apakah kita mau mempercayakan keselamatan dan kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan hukum kita pada sistem yang tidak terpercaya?,” katanya.

 

Jerri Irgo

 

diberitakan di Republika

Sindonews.com – Pemungutan suara merupakan salah satu proses yang dijalani dalam pemilihan umum (pemilu). Jelang Pemilu 2014, wacana menggunakan sistem electronik voting (e-voting) mencuat, meskipun dari sisi pendanaan Indonesia dinilai belum siap.

 

“Wacana menggunakan e-voting memang sudah direncanakan untuk (Pemilu) 2014. Namun dari sisi dana belum mencukupi karena hanya untuk alat saja dibutuhkan Rp5 triliun-Rp6 triliun, padahal budget Pemilu 2014 hanya sebesar Rp16 triliun. Karenanya, kami mulai mensosialisasikan bahwa ada pilihan cara memvoting yakni dengan e-voting,” ujar Dosen Teknkik Informatika dan Magister Teknik Informatika UII Yogyakarta Manik Hapsari PhD, di DIY, Jumat (26/4/2013).

 

Hal ini, kata dia, untuk mempersingkat waktu, meski diakuinya masih banyak kekurangan dalam sistem tersebut. Namun dengan diketahui oleh masyarakat luas, ia berharap sistem e-voting bisa diterima.

 

“Penentu utama keberhasilan pelaksanaan e-voting memang terletak pada sosial kultur masyarakatnya. Dengan masyarakat bisa menerima, sistem ini bisa sangat membantu dalam pelaksanaan pemilu. Namun memang untuk beberapa negara maju saja, sistem ini belum berani diterapkan, melihat banyaknya persoalan yang terjadi di negara-negara yang telah mengimplementasikannya,” katanya.

 

Diungkapkan Manik, negara yang telah menggunakan sistem e-voting antara lain Amerika Serikat (AS) bahkan sejak 1990, India dan Filipina.

 

Meski di negara-negara tersebut pelaksanaan e-voting dinilai berhasil, namun masalah-masalah diakibatkan kesalahan pada data yang masuk. Hal inilah yang membuat Inggris dan Kanada sampai saat ini pun masih menjadikan sistem ini hanya sebagai wacana.

 

“Meski kami memperkenalkan sistem ini, yang harus dilakukan ialah sebelum benar-benar bisa diterapkan, sistem ini harus teruji dulu. Semua kekurangan yang terjadi selama ini harus sudah bisa diatasi dengan sistem yang baru,” tuturnya.

 

Dikatakan dia, sistem e-voting tetap memiliki kelebihan yakni masih bertoleransi terhadap kesalahan. Mengenai masalah transparansi, sistem ini cukup akurat karena memang dari awal telah didesain memiliki pengamanan yang baik. Namun wajib dipastikan input pada sistem sama dengan data yang tersimpan.

 

“Saat ini menjadi tugas pemerintah dan akademisi untuk mengakomodir masyarakat dalam memperoleh informasi mengenai sistem e-voting. Dengan siapnya masyarakat, maka sistem ini siap dilaksanakan,” imbuhnya.

 

Sementara itu, Humas Pascasarjana FTI Jerri Irgo menambahkan, penelitian mengenai keefektifan e-voting sebenarnya telah dilakukan sejak beberapa bulan yang lalu, namun hal tersebut ternyata juga tidak membuahkan hasil yang baik.

 

“Penelitian sendiri dilakukan di Desa Kepuharjo Kecamatan Cangkringan. Ini untuk melihat sejauh mana keterbiasaan masyarakat dengan perangkat komputer dan internet. Dan memang dari segi sosial kultur, masyarakat kita memang belum siap. Karena itu e-voting perlu diperkenalkan,” imbuhnya.

 

Jerri Irgo

 

diberitakan di Sindonews.com

Wacana penerapan pemilihan elektronik (e-voting) pada pemilu 2014 menimbulkan berbagai permasalahan. Performa e-voting yang dinilai tidak aman, berpotensi memberi dampak negatif yang sangat besar.

“Kelemahan e-voting memungkinkan masuknya kepentingan pihak-pihak yang ingin mengacaukan proses dan hasil pemilihan” ujar Manik Hapsara, Ph.D., Dosen Teknik Informatika Fakultas Teknologi Industri UII, Jum’at (26/4) di kampus terpadu.

Manik mengatakan kegagalan pada penerapan e-voting dapat mengurangi kepercayaan masyarakat pada hasil pemilihan presiden. “ Jika terjadi, kemungkinan harus mengulang proses pemilihan, yang artinya aka nada pembengkakan biaya demokrasi. Jika berlarut, dapat membahayakan kehidupan Negara”ungkapnya.

Meski begitu, Manik mengakui ada berbagai keuntungan jika e-voting berhasil dijalankan seperti penghitungan suara dapat dilakukan lebih cepat karena real time online, akurasi data terjamin, kerahasiaan bisa lebih dipastikan karena ada enkripsi, sarana lebih praktis karena pemilih tinggal menyentuh layar touchscreen.

“Ini mungkin saja dilakukan, prospeknya sangat cerah tapi sangat sulit menuju kesana. Para peneliti bahkan bilang kalau bisa dilakukan ini menjadi sistem pertama yang aman di dunia”ujarnya.

Di Indonesia Komisi Pemilihan Umum memang telah berhasil menerapkan e-voting pada pemilihan umum kepala daerah seperti di Pandegelang Banten, dan Jembrana. Namun, menurut Manik, koneksi internet yang digunakan untuk mengirimkan data suara ke pusat tabulasi memilki banyak lubang keamanan yang dapat mengancam kelancara dan kredibilitas e-voting. Beberapa serangan, kata Manik, sangat mungkin dilancarkan kepada internet seperti spoofing, virus, dan denial of service.

Manik menyebutkan beberapa pengalaman penerapan e-voting di beberapa Negara seperti Amerika Serikat, Hawaii, Venezuela, Filipina, dan India. Semuanya menimbulkan masalah masing-masing mulai dari hardware tidak bekerja, sistem tidak mendukung, dan suara yang hilang. Permsalahan ini kata dia bisa terjadi karena terdapat bug pada sistem, atau berhasil diretas oleh hacker dengan menanamkan program yang dirancang untuk mengganggu kerja sistem.

“Indonesia belum siap, kalo tetap dilakukan akan timbul pertanyaan, apakah kita mau mempercayakan keselamatan dan kehidupan sosial, politikm ekonomi, dan hukum kita pada sistem yang tidak terpercaya?” tanyanya.

Jerri Irgo

diberitakan di uii.ac.id

KELUARGA_MHS_UIIKamis (25/4) malam pada pukul 19.30 wib Lembaga Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia (LEM FTI UII) mengadakan forum dialog “Sosialisasi Seputar Keluarga Mahasiswa (KM) UII”. Acara ini digagas oleh bidang Kampus dan Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa (KPSDM) LEM FTI UII, berlokasi di ruang 1.06 FTI UII. Acara ini digelar atas dasar kurangnya pemahaman para pengurus lembaga (LEM, HMJ, UKM,) mengenai peraturan-peraturan lembaga kemahasiswaan yang telah disusun bersama pada Sidang Umum Universitas maupun Fakultas.

 

Ketua Bidang KPSDM Andi Wibowo berharap, di periode depan forum semacam ini tidak ada lagi, dalam artian para pengurus lembaga khususnya maupun mahasiswa FTI umumnya sudah mengerti peraturan-peraturan lembaga kemahasiswaan yang disusun bersama nantinya. Andi menghimbau pada para peserta untuk dapat menghadiri Sidang Umum Universitas maupun Universitas ke XXXIV yang akan digelar dalam waktu dekat.

 

Acara dihadiri oleh para pengurus lembaga FTI UII yaitu LEM, HMJ, UKM, serta LPM PROFESI. Ketua DPM FTI UII Budi Kusuma menyampaikan materi seputar sejarah UII, sejarah kelembagaan UII, serta kelembagaan UII sekarang, kemudian dilanjutkan dengan dialog seputar kelembagaan. Banyak pertanyaan yang diutarakan, antara lain alur keuangan yang didistribusikan DPM, pembentukan & pembekuan UKM, kerja-kerja DPM, logo HMJ serta perihal penghimpunan aspirasi mahasiswa. Acara berakhir pada pukul 20.30 wib.

“Revitalisasi peran dan fungsi kelembagaan di FTI UII guna mengembangkan intelektualitas mahasiswa berlandaskan nilai-nilai ke-Islaman” begitulah bunyi dari visi kelembagaan FTI UII periode 2012 – 2013.  Dengan visi tersebut kelembagaan FTI UII bertekad  untuk lebih mengoptimalkan  kinerjanya. Setelah  berjalan satu periode dari 2012 – 2013 maka perlu dikaji lagi apakah kinerja kelembagaan FTI sudah optimal atau belum. Oleh karena itu, Bidang Kajian Strategis LEM FTI UII melakukan survey terhadap kepuasan mahasiswa terhadap kelembagaan di FTI UII. Survey dilakukan dengan menyebar kuisioner terhadap 60 mahasiswa di FTI UII dengan pertanyaan sebagai berikut:

 

Untuk DPM
1.  Apakah anda puas dengan kinerja DPM FTI UII?
2.  DPM FTI dalam memperjuangkan aspirasi mahasiswa?
3.  Kemudahan dalam menyampaikan aspirasi?
Untuk LEM
1.  Apakah anda puas dengan kinerja LEM FTI UII?
2. Kecenderungan mahasiswa mengetahui informasi seputar kegiatan yang dilakukan LEM FTI UII?
3.  Program kerja  yang diadakan di LEM FTI UII?
Dari hasil penyebaran kuisioner sebagaimana dilaporkan oleh Ahad didapatkan hasil sebagai berikut:

Sindonews.com – Tidak lama lagi, akan diselenggarakan kontes robot nasional. Kontes tersebut akan dilaksanakan oleh Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI.

 

Ketua Pelaksana Kontes Robot Nasional Regional III Jateng-DIY Izzati Muhimmah mengatakan, konteks robot yang dijadwalkan berlangsung 3 sampai 4 Mei 2013. Sedangkan untuk tuan rumah penyelenggaraan, kontes robot nasional regional III Jateng-DIY, terpilihlah Universitas Islam Indonesia (UII).

 

“Menggelar kontes sebesar ini jelas menjadi tantangan bagi kami dalam kondisi perekonomian dan kerumitan birokrasi saat ini. Namun kami bersyukur banyak sarana prasarana di dalam kampus UII sendiri yang dapat digunakan untuk mendukung kelancaran kegiatan ini,” kata Izzati, di Yogyakarta, Rabu (24/4/2013).

 

Ditemui di Fakultas Teknologi Industri, Izzati menjelaskan, peserta di regional III sebanyak 71 tim robot nasional yang terdiri dari 266 mahasiswa dan 71 dosen pembimbing asal Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta (PTN/PTS) Jateng-DIY.

 

“Kontes ini akan menjadi saksi perjuangan para mahasiswa dalam merancang, membangun, dan mengatur strategi robot-robot untuk mengatasi setiap tantangan yang ada dalam setiap kategori lomba,” pungkasnya.

 

Jerri Irgo

 

diberitakan di Seputar Indonesia