Forensika Digital, Siapkan Profesional Cybersecurity di Industri 4.0
Rachmad Affandi, S.Kom., M.Kom. CEH, CHFI, Founder – InDonesia Digital Forensic Conference (IDDFCon) CEO – Nappa Technologies menyatakan “Ide itu murah karena tak berisiko apa-apa, tetapi implementasi itu mahal karena yang menjalankan akan babak belur”
Dalam paparannya Rachmad Affandi, menjelaskan tentang Tantangan dan Prospek Industri Keamanan Siber di Indonesia dimana berdasar referensi dari “Studi Frost & Sullivan yang diprakarsasi oleh Microsoft mengungkapkan bahwa potensi kerugian ekonomi di Indonesia yang diakibatkan oleh insiden keamanan siber dapat mencapai nilai US$ 34.2 miliar. Angka tersebut setara dengan 3,7 persen jumlah total PDB Indonesia sebesar US$932 miliar” jelas Alumni Magister Teknik Informatika FTI UII tersebut.
Namun “kabar baiknya adalah Artificial Intelligence (AI) adalah masa depan dari pertahanan siber, dimana 84% sudah berpikir untuk menggunakan AI untuk bertahan dari serangan siber” tegasnya
Rachmad Affandi sampaikan saat menjadi narasumber Kuliah Umum Tantangan dan Prospek Industri Keamanan Siber di Indonesia yang dihadiri Mahasiswa Konsentrasi Forensika Digital Program Studi (Prodi) Teknik Informatika Program Magister Fakultas Teknologi Industri (FTI) Universitas Islam Indonesia (UII) di Auditorium Lantai 3 FTI UII, Gedung KH Mas Mansur, Kampus Terpadu UII Yogyakarta (29 Desember 2018)
Penandatangan kesepakatan kerjasama antara FTI UII dan CISSReC serta FTI UII dan Digital Forensic Conference (IDDFCon) – Nappa Technologies menjadi rangkaian kegiatan awal sebelum Kuliah Umum yang dibuka secara resmi oleh Prof. Dr. Ir. H. Hari Purnomo, M.T., Dekan FTI UII yang juga dihadiri Izzati Muhimmah., S.T., M.Sc., Ph.D, Ketua Program Studi (Prodi) Teknik Informatika Program Magister FTI UII dan Dr (Cand) Yudi Prayudi., S.Si. M.Kom, Kepala Pusat Studi Forensika Digital FTI UII.
Sementara Dr. Pratama Persadha, Chairman CISSReC, Communication & Information System Security Research Center menjelaskan “Kampus dapat membantu negara dalam penyiapan SDM yang diperlukan dalam penguatan keamanan siber. Pada akhirnya tidak hanya terkait SDM, tapi juga paten, teknologi dan bersama industri bisa mengembangkan produk anak bangsa” jelasnya
Cybersecurity – Keamanan Siber menjadi faktor paling menentukan dalam persaingan di era digital dan menuju industri 4.0, setiap proses kompetisi akan melewati tantangan dan ancaman di ranah siber. Kenapa? Karena semua telah terkoneksi satu sama lain, data menjadi emas baru yang sangat berharga untuk diperebutkan dan diolah.
“Keamanan siber telah menjelma menjadi salah satu faktor penting dalam menjaga percaturan kehidupan global, tidak hanya di sektor bisnis, bahkan juga keamanan dan pertahanan” jelas Dr. Pratama Persadha.
Pelaku industri 4.0 mengalami ancaman dunia maya yang sama seperti organisasi lain, di mana bisnis dari semua ukuran menjadi sasaran kejahatan siber yang terus meningkat dari tahun ke tahun. “Ponemon Institute dalam studinya di tahun 2018 manyatakan bahwa rata-rata kerugian akibat pelanggaran data secara global pada tahun ini mencapai 3.86 juta dolar atau meningkat 6,4 persen dari tahun 2017” tuturnya
Apa yang dapat dilakukan Kampus lakukan? Dr. Pratama Persadha langsung menjawab pertanyaannya yaitu “Pertama meningkatkan edukasi dan perencanaan kurikulum yang pro pada keamanan siber, artinya tidak hanya satu fakultas, tapi materi keamanan siber harus masuk ke semua fakultas, selanjutnya meningkatkan riset terkait keamanan siber dan kolaborasi dengan dunia usaha sangat penting untuk menjembatani hasil riset agar bisa dibawa ke ranah industri, utamanya melindungi hasil riset agar tidak mudah dilepas ke asing serta kampus berkolaborasi dengan BSSN maupun lembagalainnya untuk meningkatkan keikutsertaan dalam setting agenda pengamanan wilayah siber di tanah air”.
Jerri Irgo