Guru BK Bukan Polisi Sekolah

kamariah-ratnaGuru BK apakah sama dengan ‘Coach’? Teks sederhana ini berbuntut menjadi pembicaraan panjang mengawali kegiatan Workshop yang berlangsung di ruang Auditorium FTI UII pada Kamis (20/6/2013) diikuti oleh 40 guru BK di Yogyakarta dan sekitarnya. Narasumber, Ratna Syifa’a Rahmahana S.Psi., M.Si sengaja memancing para guru BK untuk mengeluarkan uneg-uneg yang dirasakan selama menjadi guru BK di sekolah masing-masing.

 

“Coach adalah pelatih dalam dunia olah raga. Apakah sama antara guru BK dengan pelatih?” tanya Ratna.  Salah satu guru BK dari MAN I Yogyakarta, Drs. Khamdan Jauhari merasa terusik dengan kalimat tersebut dan spontan menanggapi. Menurutnya bahwa antara guru BK dengan coach itu beda. Kalau guru BK di dalamnya ada konseling yang melibatkan perasaan yang akan menentukan ‘keberhasilan’ siswa di kemudian hari. Sementara menurut Khamdan, kalau pelatih sekedar memberikan pelatihan yang sifatnya lahiriah semata. “Ada unsur psikis berat yang diemban guru BK”, takannya.

 

Selanjutnya bergantian para guru BK menyampaikan pendapatnya terkait pertanyaan tersebut. Dari diskusi awal ini, Ratna menyampaikan bahwa saat ini keberadaan guru BK sudah benar diperhitungkan tidak sebagaimana tahun-tahun yang telah lalu. Dulu, guru BK selalu berdiri di depan sekolah, mengawasi pakaian anak didik, kalau ada yang tidak sesuai langsung dihukum. Guru BK seolah menjadi polisi sekolah. “Sekarang, guru BK bukan sebagai polisi sekolah lagi”, jelas Ratna.

 

Untuk itulah dalam kesempatan workshop tersebut, Ratna menyampaikan bekal untuk menambah wawasan guru BK yang hadir. Guru BK harus senantiasa observasi dan reflesksi diri, memonitor reaksi, emosi dan perilaku diri. Selanjutnya sebagai guru BK juga harus realistik melihat kekuatan dan kelemahan diri dan harus mampu menerima kritik tanpa harus membela diri. Lebih lanjut masih menurut Ratna dalam mengarungi kehidupan sehari-hari sebagai guru BK harus mendasarkan pada nilai-nilai dan keyakinan, mampu memotivasi siswa melalui nilai, mimpi dan aspirasi siswa.  Selain itu guru BK jangan ketinggalan ‘role model’. “Kalau siswanya bermain facebook, guru BK juga harus bisa bermain facebook. Kalau siswa twiteran, guru bk mesti mengimbangi siswa dengan twiteran juga”, jelas Ratna sambil berkelakar. “Yang jelas, sebagai guru BK harus selalu ada waktu untuk memahami orang lain secara pribadi”, tutup Ratna.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply