Ilham Habibie, Universitas dan Industri Saling Curiga
YOGYAKARTA, (PRLM).- Dr Ing Ilham Akbar Habibie merasakan situasi tidak sehat dalam hal relasi antara universitas atau perguruan tinggi dan industri. Kedua pihak digambarkan saling tidak percaya sehingga kerjasama riset antarkedua pihak tidak berjalan baik.
Dalam tradisi pendidikan Jerman dan negara-negara maju, riset apapun selalu menggunakan model kerjasama antara universitas dan industri.
“Universitas yang menjalankan riset dari awal, termasuk penelitian dasar, kemudian industri yang menerapkan atau mengaplikasikan hasil penelitian universitas,” kata dia, Sabtu (22/11/2014).
Saat menyampaikan pidato kunci (keynote speech) Seminar Teknoindustri 2014 di Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia (UII), Ilham menyatakan dua pihak, universitas dan industri, yang seharusnya kerjasama justru saling curiga dalam mengembangkan riset.
“Industri teknologi misalnya, teknologi dasarnya sudah dikembangkan di perusahaan Indonesia, para pemilik perusahaan merasa takut kontennya dibocorkan oleh universitas. Sebaliknya universitas takut tidak mendapatkan hak royalti atau tidak dibayar (wanprestasi) oleh pihak industri apabila menawarkan proyek penelitian atau kerjasama penelitian. Budaya kerjasama (universitas dan industri) belum ada,” tuturnya.
Negara-negara maju yang bermaksud mengembangkan riset teknologi dan lainnya, justru membentuk kluster, yang melibatkan universitas, industri, dan pemerintah. Universitas menentukan objek riset dari pendefinisian objek riset, pemilihan riset, dan mengeloka riset, sementara industri menerapkan hasil riset.
Menurut dia riset yang baik tidak sebatas pada inovasi atau penemuan baru, juga mengalami invensi atau pemanfaatan. Karena itu, Ilham mengakui telah menerapkan model riset yang sinerjis atau kolaboratif dalam model kluster untuk penggunaan teknologi nano melalui riset dan pengembangan teknologi agronano, melibatkan para ahli nano dalam negeri dari universitas, institusi pemerintah, dan industri.
Tiga industri yang terlibat mengusulkan pengembangan teknologi nano dolomit atau pemupukan, pengemasan, dan pembenihan.
Problem lain dari tradisi riset, menurut dia, anggaran penelitian di Indonesia terlalu mengandalkan dari pemerintah, sementara alokasi dana dari pemerintah sangat kecil, 0,07 persen per tahun dari total APBN. Apabila budaya riset terbangun dalam kerjasama universitas dan industri, biaya riset bisa diperoleh dari industri.
Kemudian orientasi riset para pakar di Indonesia, menurut Ilham, lebih berorientasi pemenuhan kebutuhan atau syarat peningkatan karir. Obyek penelitian bukan apa yang dibutuhkan industri, semata-mata lebih pada karir akademik. “Riset yang baik adalah hasilnya inovatif dan disertai invensi atau pemanfaatan oleh industri,” ujar dia. (A-84/A-88)***
Diberitakan di Pikiran Rakyat
Jerri Irgo
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!