Tag Archive for: Dr Zaroni

Penghitungan biaya gudang diperlukan untuk menetapkan biaya logistik. Bersama biaya transportasi, biaya gudang menjadi komponen biaya logistik perusahaan. Bagi perusahaan yang mengelola Gudang secara internal, penting untuk memahami bagaimana menghitung biaya gudang. Selanjutnya,bagaimana mengendalikan biaya gudang untuk mendapatkan penurunan biaya gudang.

Sementara bagi perusahaan penyedia jasa logistik atau third-party logistics (3PL), penghitungan biaya gudang untuk menentukan harga jasa pergudangan ke pelanggan. Kemudian, bagaimana melakukan perbaikan operasional untuk menurunkan biaya gudang, sehingga harga jual jasa gudang yang dibebankan ke pelanggan semakin murah, atau mendapatkan peningkatan keuntungan.

Pembebanan biaya

Biaya merupakan pemakaian sumber daya yang dibebankan ke obyek biaya. Obyek biaya ini bisa berupa apa saja yang akan kita hitung biayanya. Contoh obyek biaya antara lain produk, layanan, departemen, dan pelanggan. Setidaknya, ada tiga metode pembebanan biaya ke obyek biaya (Hansen, Moven, Gekas, dan McConomy, 2012).

Gambar metode pembebanan biaya. Sumber: Hansen, et al, 2012

Pertama, pembebanan biaya secara langsung (direct tracing) ke obyek biaya. Pada metode ini, biaya dibebankan ke obyek biaya sesuai pemakaian sumber daya yang dapat diidentifikasi dan diobservasi secara fisik.

Contoh pembebanan biaya direct tracing adalah biaya tenaga kerja di gudang yang melaksanakan kegiatan penerimaan barang (receiving). Biaya tenaga kerja untuk kegiatan penerimaan barang di gudang dapat diidentifikasi dan dibebankan secara langsung ke obyek biaya. Berapa jumlah tenaga kerja yang digunakan, berapa jam kerjanya, dan berapa upah yang dibayarkan dapat dibebankan secara langsung ke obyek biaya gudang.

Idealnya, semua biaya sebaiknya dapat dibebankan secara langsung ke obyek biaya. Sayangnya, tidak semua biaya dapat dibebankan secara langsung ke obyek biaya. Beberapa sumber daya yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan atau proses operasi gudang tidak dapat secara akurat diidentifikasi atau diobservasi secara langsung ke obyek biaya.

Contoh biaya listrik untuk mengoperasikan ban berjalan (conveyor belt). Tidaklah praktis bila kita harus mengamati berapa pemakaian listrik dari setiap conveyor belt yang digunakan di gudang, misalnya dengan pemasangan alat pemakaian listrik (energy power meter atau watt meter) pada setiap conveyor belt. Kita cukup menghitung berapa kwh (kilo watt hour), yaitu berapa kilo watt dalam satu jam sesuai keterangan angka power yang tercantum di conveyor belt tersebut. Dalam hal ini, jam pemakaian conveyor belt merupakan pemicu biaya (cost driver) listrik.

Metode pembeban biaya dengan menentukan pemicu biaya disebut driver tracing. Metode driver tracing ini diterapkan bila pembebanan biaya dengan menggunakan direct tracing tidak mungkin bisa dilakukan. Metode driver tracing membebankan biaya ke obyek biaya dengan menentukan pemicu biaya (cost driver), yaitu hubungan sebab-akibat (cause-effect) biaya dengan obyek biaya. Pada contoh biaya listrik conveyor belt, jam pemakaian merupakan cause dan biaya listrik merupakan effect.

Metode pembebanan biaya berikutnya adalah metode alokasi biaya (cost allocation). Metode ini digunakan bila kedua metode pembebanan biaya, yaitu direct tracing dan driver tracing tidak bisa diterapkan. Metode cost allocation merupakan pembebanan biaya secara tidak langsung (indirect cost assignment).

Umumnya biaya tidak langsung (indirect cost) dibebankan ke obyek biaya menggunakan metode ini. Karena hubungan biaya dengan obyek biaya tidak dapat diidentifikasi secara langsung atau tidak ada hubungan sebab-akibat, maka alokasi biaya dilakukan berdasarkan pertimbangan kemudahan (convenience) atau asumsi yang masuk akal. Contoh, biaya depresiasi bangunan gudang, dibebankan ke biaya penerimaan barang didasarkan luas ruangan (space) yang digunakan untuk kegiatan penerimaan barang. Dalam hal ini, luas ruangan merupakan dasar alokasi pembebanan biaya depresiasi bangunan gudang.

Menghitung biaya Gudang

Biaya gudang dihitung berdasarkan biaya pemakaian sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan produk atau layanan pergudangan. Umumnya proses operasi pergudangan mencakup penerimaan barang (receiving), penempatan barang (put away), penyimpanan barang (storage), pengambilan barang (picking), dan penyiapan pengiriman barang (shipping).

Brian J. Gibson, dalam Coyle (2017) menjelaskan aktivitas yang dilakukan pada setiap proses operasi pergudangan:

  1. Penerimaan barang (receiving). Menerima barang dari moda transportasi atau menerima barang yang dikirim dari pabrik. Pada proses operasi penerimaan barang, kegiatan yang dilakukan adalah memeriksa jadwal kedatangan angkutan (schedule carriers), memverifikasi order, memeriksa barang (inspect freight), dan membongkar barang (unloading vehicles).
  2. Penempatan barang (put away). Setiap jenis barang diidentifikasi dengan jumlah stock-keeping unit (SKU) dan pencatatan kuantitas barang yang diterima. Selanjutnya, mengirim barang ke penyimpanan, barang disortir dan diletakkan di tempatnya (put away).
  3. Penyimpanan barang (storage). Barang disimpan dalam penyimpanan dan dibawah perlindungan yang baik sampai saatnya dibutuhkan.
  4. Pengambilan barang (order picking). Jenis barang yang dibutuhkan dari stock harus dipilih dari penyimpanan dan dibawa ke area penyusunan.
  5. Penyusunan pengiriman. Barang yang dibuat menjadi satu pesanan dibawa bersamaan dan diperiksa jika ada kelalaian atau kekeliruan. Pencatatan pesanan selalu diperbaharui.
  6. Pengiriman barang. Pesanan dikemas, dokumen pengiriman disiapkan, dan barang dimuat di kendaraan yang tepat.

Untuk melaksanakan kegiatan operasi pergudangan tersebut diperlukan sumber daya. Umumnya, sumber daya yang digunakan dalam operasi pergudangan berupa bangunan gudang, peralatan penanganan material (material handling equipment, MHE), tenaga kerja, teknologi, energi, dan perlengkapan (supplies).

Berdasarkan setiap jenis sumber daya yang digunakan dalam gudang, kita mengelompokkan jenis biaya gudang (Richards, 2018) sebagai berikut:

1. Biaya penyimpanan (storage cost). Biaya penyimpanan berasal dari penggunaan ruangan (space) gudang, yang terdiri dari:

  • Biaya sewa bangunan dan tanah, atau biaya depresiasi bangunan, bergantung pada bagaimana bangunan dan tanah diperoleh. Bila bangunan dan tanah untuk Gudang diperoleh secara sewa, maka disebut biaya sewa (rent atau leasing cost). Sementara bila bangunan dan tanah diperoleh dengan cara investasi atau membangun, disebut biaya depresiasi.
  • Asuransi bangunan.
  • Pajak daerah, misalnya Pajak Bumi dan Bangunan, atau retibusi.
  • Biaya listrik dan telekomunikasi.
  • Biaya sewa atau depresiasi peralatan gudang.
  • Biaya sewa atau depresiasi rak.
  • Biaya peralatan refrigeration.
  • Biaya reparasi dan pemeliharaan.
  • Biaya kebersihan dan keamanan gudang.
  • Biaya pembuangan limbah (waste disposal).

2. Biaya penanganan (handling cost). Biaya penanganan barang di gudang berupa:

  • Biaya tenaga kerja langsung: upah, lembur, pelatihan, asuransi kesehatan dan tenaga kerja, dan pakaian alat pelindung diri (APD).
  • Biaya material handling equipment (MHE): biaya sewa, biaya depresiasi, dan biaya operasional MHE, seperti biaya pemakaian bahan bakar (fuel), biaya pemakaian baterai, ban, dan oli.
  • Biaya pengepakan.

3. Biaya overhead (overhead cost). Umumnya, biaya overhead gudang terdiri dari:

  • Biaya gaji manajer dan staf administrasi gudang.
  • Biaya sewa atau depresiasi kendaraan kantor.
  • Biaya administrasi.
  • Biaya IT, baik hardware maupun software.
  • Biaya sewa atau depresisasi peralatan kantor.
  • Biaya pemasaran, khusus perusahaan 3PL.

Gambar struktur biaya gudang. Sumber: Richards, 2017

Selanjutnya, untuk menghitung biaya gudang diperlukan informasi sebagai berikut:

  • Jenis sumber daya.
  • Kuantitas atau volume penggunaan atau pemakaian sumber daya.
  • Biaya atau tarif per unit.

Biaya total gudang diperoleh dengan cara mengalikan kuantitas atau volume penggunaan atau pemakaian setiap sumber daya dengan biaya atau tarif per unit.

Manajer gudang memerlukan pemahaman yang komprehensif tentang biaya gudang. Hal ini penting, tidak hanya dalam penyusunan dan pengendalian anggaran biaya gudang, namun untuk mengalokasikan biaya gudang ke obyek biaya dan pembebanan biaya atas layanan gudang yang diberikan ke pelanggan.

Lebih jauh, penentuan biaya gudang dapat mengidentifikasi pelanggan atau produk yang merugi. Hanya jika kita mempelajari angka-angkanya dengan cukup mendalam.

 

Dr. Zaroni, CISCP, CFMP, CMILT 

Dosen Magister Teknik Industri FTI UII ; Chartered Member in Logistics & Transport (CMILT)

 

Referensi

Don R. Hansen, Maryanne M. Mowen, George A. Gekas, and David J. McConomy, Cornerstones of Cost Accounting, First Canadian Edition, Cengage Learning, 2012

John J. Coyle, C. John Langley, Jr., Robert A. Novack and Brian J. Gibson, Supply Chain Management: A Logistics Perspective, Tenth Edition, Cengage Learning, 2017

Richards, Gwynne. Warehouse management: a complete guide to improving efficiency and minimizing costs in the modern warehouse, 3rd edition, Kogan Page Limited, CILT, 2018

Giri Mekar, Bandung, 1 Agustus 2021

Perdagangan memicu kebutuhan permintaan jasa logistik. Perdagangan terjadi dalam lingkup antardaerah atau provinsi, antarnegara dalam kawasan regional, dan antarnegara secara global.

Logistik berperan penting dalam perdagangan, terutama untuk transportasi pengiriman dan distribusi barang yang diperdagangkan, baik dari pemasok ke pabrikan, dari pabrikan ke distributor/grosir, dan selanjutnya distribusi ke pasar/toko/pengecer.

Perdagangan antardaerah memerlukan sistem logistik yang terintegrasi, baik integrasi transportasi dengan pergudangan, maupun integrasi transportasi antarmoda.

Karakteristik transportasi untuk perdagangan antardaerah di Indonesia masih didominasi moda transportasi jalan raya, khususnya truk, untuk perdagangan antardaerah Sumatera- Jawa-Bali. Di  wilayah ini, moda transportasi menggunakan truk sekitar 70%. Sisanya menggunakan moda transportasi laut, kereta api, dan sebagian kecil menggunakan kargo udara.

Sementara untuk perdagangan di luar antardaerah tersebut, seperti Jawa-Sulawesi, Sumatera-Kalimantan, Maluku-Papua, dan Papua-Kalimantan menggunakan moda transportasi laut dan sebagian kecil menggunakan moda transportasi udara.

Penggunaan truk lebih banyak diminati daripada moda transportasi lainnya. Pertimbangannya, truk memiliki beberapa keunggulan dibandingkan moda transportasi lain:

  • Fleksibilitas dalam pengaturan jadwal keberangkatan (ETD) dan kedatangan (ETA).
  • Fleksibilitas dalam pengaturan penjemputan dan pengantaran barang di lokasi yang diinginkan.
  • Pemilihan rute sesuai kebutuhan dengan transit time yang lebih cepat dengan biaya transportasi yang lebih efisien.
  • Penggunaan container yang memudahkan proses handling dan pindah ke moda transportasi lain.

Penggunaan moda transportasi truk memerlukan ketersediaan infrastruktur jalan raya yang memadai, baik dari akses, kualitas jalan, dan aspek keselamatan transportasi di jalan raya.

Penggunaan moda transportasi barang dengan menggunakan moda kereta api belum begitu banyak diminati. Penyebabnya antara lain, moda transportasi kereta api barang kurang fleksibel dalam pengaturan jam dan rute, proses handling lebih dari sekali, yaitu di pabrik/gudang penjual, stasiun, dan gudang pembeli. Selain itu, keterbatasan stasiun yang sesuai untuk handling barang, karena pada umumnya stasiun kereta api disiapkan untuk penumpang, bukan untuk transportasi barang.

Penggunaan moda transportasi kereta api (railroad) untuk perdagangan khususnya antar daerah Sumatera-Jawa-Bali perlu ditingkatkan, mengingat moda transportasi kereta api memiliki keunggulan ramah lingkungan, dapat mengangkut dalam jumlah/volume besar, biaya transportasi per ton/km lebih murah, dan pertimbangan keamanan dan keselamatan.

Transportasi untuk perdagangan antardaerah di wilayah Indonesia bagian timur masih terjadi ketidakseimbangan antara inbound logistics dan outbound logistics. Transportasi barang dengan menggunakan moda transportasi laut secara volume lebih banyak untuk pengiriman dari wilayah Indonesia bagian barat ke timur. Sementara pengiriman dari wilayah Indonesia bagian timur ke barat lebih sedikit. Akibatnya, ongkos transportasi per ton/km ke wilayah Indonesia bagian timur lebih mahal, karena perusahaan logistik membebankan sebagian biaya transportasi pada saat kapal kembali ke wilayah Indonesia bagian barat.

Menangkap peluang

Logistik mengikuti pergerakan arus barang yang terjadi karena perdagangan antardaerah atau sering kita kenal dengan logistics follow the trade. Pemicunya tetap perdagangan. Oleh karena itu, perlu dicapai tingkat keseimbangan pertukaran barang dalam perdagangan antardaerah.

Setiap daerah atau setidaknya provinsi atau pulau di Indonesia harus memiliki keunggulan/keunikan barang yang diperdagangkan, sehingga antardaerah bisa terjadi pertukaran transaksi perdagangan.

Setiap daerah harus bisa mengidentifikasi apa keunggulan produk/komoditinya, yang diperlukan daerah lain. Pada saat barang masuk (inbound logistics) akan diimbangi dengan barang keluar (outbound logistics). Bila ini terjadi, maka banyak peluang yang bisa ditangkap sektor logistik, khususnya jasa transportasi dan pergudangan, beserta turunannya, seperti jasa bongkar muat barang, asuransi kargo, pengepakan, dan lain-lain.

Jasa logistik yang ditawarkan sesuai karakteristik produk/komoditi yang ditangani. Setiap produk/komoditi memerlukan penanganan yang berbeda dalam sistem operasi logistiknya.

Komoditi semen, batu bara, sawit, ikan, makanan olahan, produk farmasi, dan lain-lain memerlukan penanganan transportasi, handling, sistem pergudangan, pengepakan, dan cara pengantaran yang masing-masing berbeda.

Bagi sektor logistik, untuk daerah yang mengalami defisit perdagangan, ini memberikan tantangan dan sekaligus peluang tersendiri, terutama menyediakan layanan logistik yang lebih efisien agar mendorong keseimbangan antara pasokan dan permintaan dalam perdagangan.

Tantangan

Kompetisi sektor logistik sangat ketat, khususnya logistik untuk perdagangan antardaerah Sumatera-Jawa-Bali. Banyak perusahaan jasa transportasi moda truk yang melayani di daerah ini.

Mereka bisa bertindak sebagai pemilik barang, pemesan barang, perusahaan transportasi, atau perusahaan logistik (3PL).

Persaingan yang ketat ini memang menguntungkan bagi konsumen pengguna jasa logistik, karena tersedia banyak pilihan dengan mendapatkan harga yang paling ekonomis. Namun, di sisi lain, kompetisi yang ketat, bisa mendorong “perang harga” antarpenyedia jasa transportasi/logistik, sehingga bagi perusahaan logistik akan mendapatkan laba yang sangat kecil atau bahkan tidak mendapat laba.

Ketimpangan inbound dan outbound logistics, khususnya untuk perdagangan antardaerah di Indonesia bagian timur. Perusahaan logistik perlu mencari muatan balen untuk menekan biaya tetap sehingga ongkos transportasi per ton/km tetap terjangkau.

Selain itu, kualitas infrastruktur yang mendukung operasional logistik, seperti jalan raya, pelabuhan, termasuk standardisasi peralatan handling, formulir, dan pengepakan barang yang aman dan mudah selama proses handling.

Mengatasi kendala

Saat ini pembangunan infrastruktur logistik intensif dilakukan Pemerintah, khususnya jalan tol, pelabuhan, telekomunikasi, dan ketersediaan energi, perlu diikuti dengan perbaikan kualitas pelayanan di setiap proses logistik. Isu adanya pungli di beberapa proses logistik perlu ditindak tegas, sehingga dapat menghilangkan ekonomi biaya tinggi di biaya logistik.

Standardisasi dan digitalisasi proses logistik perlu diimplementasikan secara luas, sehingga proses logistik akan lebih transparan, visible, dan efisien. Untuk mengatasi ketimpangan supply dan demand antardaerah, perlu dibangun suatu platform big data yang dapat menginformasikan jenis komoditi/produk apa, berapa kuantitas, kapan, dan berapa harga dari setiap komoditi/produk yang tersedia (supply) dan dibutuhkan (demand).

Bila ini terwujud, maka perencanaan dan operasional logistik akan lebih efisien, dan ujungnya dapat menekan biaya logistik secara nasional, yang kita ketahui masih cukup tinggi, yaitu 24% dari GDP.

 

Dr. Zaroni, CISCP, CFMP, CMILT

Dosen Magister Teknik Industri FTI UII, Direktur Keuangan PT Harum Jaya Mineral

Ada dua cara untuk memaksimalkan keuntungan perusahaan. Naikkan harga jual, atau turunkan biaya. Masalahnya, banyak perusahaan menghadapi situasi persaingan yang sangat ketat. Bahkan mendekati persaingan sempurna. Pada situasi persaingan seperti ini, menaikkan harga jual malah akan kehilangan penjualan. Alih-alih mendapatkan peningkatan keuntungan.

Menaikkan harga jual hanya akan efektif dapat meningkatkan keuntungan bila perusahaan berada pada situasi pasar monopoli. Monopoli di sini tidak harus monopoli dalam konteks regulasi. Monopoli produk di pasar bisa terjadi karena keunikan atau diferensiasi produk.

Pesaing atau pemain baru tidak mudah untuk menirunya. Hanya pada struktur pasar monopoli, kenaikan harga jual produk akan memberikan peningkatan keuntungan.

Umumnya, perusahaan tidak mudah untuk menjadi monopoli. Pesaing atau pendatang baru pasti akan berusaha untuk meniru atau memasuki pasar yang banyak permintaannya. Dengan kata lain, pilihan strategi menaikkan harga untuk memaksimalkan keuntungan sangat sulit dicapai bagi kebanyakan perusahaan. Oleh karena itu, penurunan biaya menjadi pilihan strategi yang masuk akal.

Strategi penurunan biaya

Ada banyak strategi dan teknik yang digunakan perusahaan untuk menurunkan biaya. Pengendalian anggaran (budgetary control), penerapan biaya standar (standard costing), dan analisis nilai (value analysis), merupakan beberapa contoh teknik penurunan biaya.

Teknik penurunan biaya melalui pengendalian anggaran dilakukan pada saat mulai penyusunan anggaran biaya. Anggaran biaya sebagai alat control dalam pelaksanaan suatu program atau kegiatan yang menimbulkan biaya. Penyusunan anggaran biaya yang efektif untuk pengendalian biaya harus berdasarkan program atau kegiatan.

Ide dasarnya sederhana. Biaya dapat dianggarkan bila benar-benar ada program atau kegiatan yang akan dijalankan. Seringkali organisasi menyusun anggaran biaya hanya melihat realisasi biaya tahun sebelumnya yang dinaikkan 8%, misalnya, sesuai inflasi. Penyusunan anggaran biaya seperti ini tidak dapat dijadikan alat untuk pengendalian biaya.

Penurunan biaya melalui pengendalian anggaran dilakukan dengan pengendalian secara ketat pada saat realisasi biaya. Biaya yang tidak ada manfaat untuk mendukung suatu program atau kegiatan tidak akan disetujui.

Standar costing diterapkan untuk pengendalian biaya melalui penerapan biaya standar (standard cost) dan kuantitas atau volume standar (standard volume). Perusahaan yang menerapkan standard costing akan menetapkan biaya standar produk atau jasa. Biaya standar produksi suatu produk ini mencakup biaya standar material, biaya standar tenaga kerja, dan biaya standar overhead.

Pengendalian biaya dilakukan dengan membandingkan biaya sesungguhnya (actual cost) dengan biaya standar. Dari pembandingan ini akan menghasilkan dua kemungkinan. Perbedaan menguntungkan (favorable variance) dan tidak menguntungkan (unfavorable variance). Analisis penyebab variance perlu diidentifikasi dan selanjutnya dilakukan perbaikan proses untuk mendapatkan penurunan biaya.

Strategi penurunan biaya dengan menerapkan analisis nilai (value analysis) dimaksudkan untuk mengeliminasi biaya yang tidak memberikan nilai tambah bagi produk atau layanan. Metode yang sering digunakan dalam analisis nilai adalah value stream mapping (VSM).

Value stream mapping

VSM adalah suatu metode yang pada awalnya dikembangkan oleh Toyota untuk memetakan alur produksi dan alur informasi yang diperlukan untuk memproduksikan satu produk atau jasa. Tidak hanya pada setiap area kerja, tetapi pada tingkat total proses produksi atau alur layanan.

VSM tidak saja digunakan untuk mengidentifikasi pemborosan. Tetapi, juga digunakan untuk menyusun action plan dengan mengintegrasikan berbagai teknik lean untuk mendapatkan kondisi yang lebih ideal.

Tujuan utama lean adalah menurunkan biaya. Dengan cara mengeliminasi berbagai macam pemborosan di dalam proses bisnis dan sistem. Agar berbagai pemborosan dapat diungkapkan dengan tepat dan memiliki gambaran menyeluruh, maka dibutuhkan pendekatan VSM.

Lean berfokus pada penambahan nilai bagi pelanggan dan menghilangkan langkah-langkah yang tidak menambah nilai (pemborosan). VSM digunakan dalam lingkungan lean untuk memetakan dan menganalisis kegiatan yang menambah nilai dan tidak menambah nilai serta langkah-langkah dalam aliran dan proses informasi.

Model ini memvisualisasikan kegiatan yang menambah nilai bagi pelanggan, dan kegiatan yang tidak menambah nilai. Oleh karena struktur tetapnya, seringkali kita dapat menemukan potensi perbaikan yang signifikan dan tindakan perbaikan yang sesuai.

VSM digunakan dalam lingkungan lean untuk mengidentifikasi peluang-peluang perbaikan dalam lead-time, karena model ini mengidentifikasi pemborosan dan kegiatan-kegiatan yang tidak menambah nilai. Pemetaan proses ini melibatkan pembuatan suatu diagram di mana proses, aliran, material, informasi yang mengalir, dan semua data penting lainnya (misalnya tingkat inventory, waktu pengolahan, dan batch size) yang divisualisasikan dengan bantuan framework dan simbol-simbol yang distandardisasi (Rother & Shook, 2003). Peta ini adalah titik awal untuk merancang aliran nilai masa depan yang lean.

Penggunaan value stream mapping

VSM menggunakan simbol-simbol yang distandardisasi. Meskipun dalam penggunaan VSM terdapat beberapa variasi dalam memvisualisasi simbol. Simbol-simbol VSM dikelompokkan ke dalam kategori: proses, material, informasi, dan simbol-simbol umum.

  • Simbol proses meliputi simbol untuk memvisualisasi flow chart: customer/supplier, proses, data box, workcell, dan operator.
  • Simbol material untuk memvisualisasi inventory, shipments, Kanban stock point, material pull, safety stock, dan external shipment.
  • Simbol informasi untuk memvisualisasi proses central control point, manual info, dan electronic info.
  • Sementara simbol-simbol umum untuk memvisualisasi Kaizen burst, value-added dan non-value-added time.

Setiap simbol proses ditentukan activity cycle time (CT), changover time (C/O) untuk menentukan waktu yang diperlukan dalam perpindahan suatu aktivitas ke aktivitas lain, ukuran volume (lot size), waktu efektif yang tersedia dalam satuan detik per hari, dan persentase uptime.

Secara sederhana, penyusunan VSM terdiri dari 2 tahap penting, yaitu: penggambaran proses kondisi saat ini (current state process) dan penggambaran proses masa depan (future state process). Dari kedua gambar kondisi proses yang berbeda ini dapat diidentifikasi potensi perbaikan (opportunities for improvement), sehingga dapat mewujudkan proses lean.

Tahap pertama dalam VSM adalah penyusunan peta keadaan saat ini. Menganalisis aliran material dalam kondisi saat ini akan memberikan informasi tentang kegiatan-kegiatan yang menambah dan tidak menambah nilai (misalnya, waktu set-up mesin, ruang yang tidak perlu, jumlah pengerjaan ulang, jarak tempuh, dan inefisiensi).

Pada tahap kedua, informasi dari peta keadaan saat ini digunakan untuk menyiapkan peta keadaan di masa depan yang diinginkan, di mana pemborosan dihilangkan, dan jumlah kegiatan-kegiatan yang tidak menambah nilai diminimalkan. Pertanyaan yang harus dijawab selama langkah ini adalah, misalnya:

  • Apakah “takt-time” (waktu yang diharapkan antara unit output produksi, yang disinkronisasi dengan permintaan pelanggan)?
  • Apakah mungkin untuk memperkenalkan aliran yang kontinu?
  • Dapatkah produksi dikontrol dengan pull system?

Aspek penting yang perlu diperhatikan selama tahap ini adalah perlunya penyesuaian sistem produksi untuk memenuhi permintaan pelanggan, sekaligus menjaga agar proses tetap fleksibel.

Tahap ketiga dan paling penting adalah untuk mengambil tindakan untuk mengubah proses manufaktur dari kondisi saat ini agar semaksimal mungkin menyerupai keadaan yang diinginkan. Setelah itu, proses dapat mulai dari awal lagi.

Rencana yang bertahap akan seperti ini:

  1. Identifikasi kelompok produk atau kelompok jasa mana yang perlu dianalisis. Buatlah satu tim yang terdiri atas pemilik dan karyawan pengolahan yang terlibat dalam berbagai langkah-langkah pada proses.
  2. Analisis kondisi saat ini dan terjemahkan ke dalam skema proses umum.
  3. Kumpulkan data pendukung bagi skema proses (misalnya output, waktu output, dan karyawan).
  4. Rumuskan proses yang ideal berdasarkan permintaan pelanggan. Dalam langkah ini gunakan parameter seperti jumlah pekerjaan minimal yang sedang berjalan, waktu set-up yang pendek dan daftar pengembangan yang diperlukan agar mencapai keadaan masa depan yang ideal.
  5. Tentukan rencana tindakan untuk mewujudkan perbaikan-perbaikan yang diperlukan untuk mencapai keadaan di masa depan. Rencana tindakan ini harus berisi prioritas-prioritas untuk berbagai pengembangan yang berbeda, tindakan-tindakan yang berhubungan dengan orang, jalur waktu yang jelas, dan keterlibatan sponsor.
  6. Pantau kemajuan dan mulai lagi dari langkah 1.

Value stream mapping lebih dari sekadar menghilangkan pemborosan. Model ini berisi tentang pengurangan variabilitas dan meratakan penggunaan peralatan.

Tujuan inti dari value stream mapping adalah untuk mengolah sesuai dengan yang diinginkan oleh pelanggan. Oleh karena itu, permintaan dan keinginan pelanggan harus ditinjau dan dinilai terlebih dahulu.

Data yang diperlukan untuk menganalisis aliran nilai mungkin tidak selalu ada atau tersedia, mungkin data tersebut tidak dikumpulkan secara sistematis, atau karena ini adalah pertama kalinya proses administrasi dianalisis dengan cara ini.

Konsekuensinya adalah bahwa proses analisis lebih memakan waktu karena kegiatan-kegiatan pengumpulan data tambahan diperlukan.

Kondisi lain yang penting adalah bahwa semua orang menghormati metode kerja yang disepakati, sehingga desain proses yang ideal memberikan hasil yang diinginkan. Ini tampaknya sederhana, tetapi masalah-masalah praktis sering kali muncul karena orang terbiasa dengan tingkat kebebasan tertentu dalam melakukan aktivitas mereka.

Pilihan ini sekarang dibatasi secara substansial. Inisiatif yang ada kini harus disalurkan dengan cara yang berbeda. Daripada melakukan improvisasi, dengan menggunakan metode kerja yang ada, seseorang kini harus memikirkan cara agar metode kerja yang ada dapat terus ditingkatkan.

Penentuan keadaan masa depan yang diinginkan adalah tidak awal yang penting bagi perbaikan. Rencana tindakan adalah pendukung yang memulai pelaksanaan perbaikan. Akan tetapi, situasi baru seringkali membutuhkan aturan baru, dan kadang-kadang memerlukan perilaku baru.

Jika kedua aspek ini tidak dipertimbangkan dengan hati-hati dalam rencana tindakan dan implementasi, maka ada risiko bahwa keadaan akan kembali ke situasi yang lama. Pembuatan peta keadaan saat ini dan keadaan di masa depan adalah pembuangan waktu, kecuali tindakan selanjutnya yang diperlukan dilakukan.

Dengan VSM, kita akan memperoleh proses operasi yang efisien, dengan menghilangkan pemborosan. Perbaikan proses keadaan saat ini untuk mendapatkan proses keadaan di masa depan akan mengarahkan pada Tindakan nyata penurunan biaya.

 

Dr. Zaroni, CISCP, CFMP, CMILT

Direktur Keuangan PT Harum Jaya Mineral | Dosen Prodi Teknik Industri Program Magister FTI UII

 

Referensi

Jacobs, F. Robert, dan Chase, Richard B. (2020), Operations and Supply Chain Management: The Core, Fifth Edition, McGraw-Hill Education

Rother, M. dan Shook, J. (2003) Learning to See: Value stream mapping to add value and eliminate muda. Cambride, MA: Lean Enterprise Institute.

Dr. Zaroni

Head of Consulting Division Supply Chain Indonesia / Dosen Prodi Teknik Industri Program Magister FTI UII

 

Pandemik Covid-19 telah memengaruhi semua ekosistem kehidupan dan ekonomi. Tidak hanya kesehatan dan keselamatan jiwa manusia. Pandemik ini berimbas pada kemandekan ekonomi. Kita dipaksa memaknai ulang sesuatu yang telah menjadi kebiasaan atau normal. Kita memasuki era kenormalan baru (new normal)

Seberapa lama Pandemik Covid-19 ini? Tergantung pada efektivitas pengendaliannya. Berbagai skenario pengendalian penyebaran Covid-19 dan perkiraan puncak siklus telah banyak diprediksi. Salah satunya, prediksi Budi Sulistiyo et al yang telah merilis laporan Pemodelan Multiskenario dan Rekomendasi Strategi Pengendalian Penyebaran Covid-19 di Indonesia (2020) menyebutkan bila skenario physical distancing diterapkan cukup moderat, maka perkiraan akhir siklus akan berakhir 13 November 2020 dengan perkiraan akumulasi kasus terkonfimasi positif Covid-19 sebanyak 43.130 kasus.

Sebaliknya, bila skenario physical distancing diterapkan longgar, diperkirakan akhri siklus baru berakhir 18 Maret 2021. Dampaknya, akumulasi kasus yang terkonfirmasi menjadi 1.892.000 kasus, dengan perkiraan puncak siklus terjadi pada 12 Juli 2020 dengan puncak kasus harian mencapai 14.720. Mencermati berbagai skenario dan perkiraan penyebaran Covid-19 ini, isu penting yang perlu menjadi perhatian kita adalah Bagaimana kita merespon dan melakukan pemulihan. Bagi para pengusaha dan pemimpin bisnis, bagaimana melindungi keselamatan pekerja? Bagaimana tetap menjaga operasional dan menyediakan layanan kepada pelanggan? Dan bagaimana tetap menjaga keberlangsungan (going concern) perusahaan? Bagaimana pengaruh Pandemik Covid-19 terhadap sektor usaha? Dampaknya luar biasa.

Pada kondisi sebelum Covid-19 ditemukan, semua sektor usaha berjalan normal. Penjualan meningkat seiring dengan peningkatan pelanggan, baik pelanggan lama maupun penambahan pelanggan baru. Selain itu, umumnya, peningkatan penjualan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan pasar. Semua berlangsung normal. Peningkatan penjualan mendorong peningkatan produksi atau pembelian barang. Peningkatan produksi menciptakan kegiatan pekerja untuk mengoperasionalkan sektor usaha, baik industrii, pertanian, perdagangan, keuangan, dan semua sektor yang mendukukung kegiatan usaha

Kegiatan usaha dan ekonomi yang normal mulai terguncang sejak Covid-19 ditemukan, menyebar, dan menjadi Pandemik. Sektor usaha pun menurun tajam seiring semakin ketatnya pengendalian penyebaran Covid-19, baik dalam skala rumah tangga, usaha, daerah, nasional sampai global. Para pengusaha dan pemimpin bisnis menghadapi dan menjalankan protokol survival, bertahan untuk tetap hidup. Masa pandemik dengan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) mendorong banyak pengusaha untuk melakukan pemulihan dan lolos dari survival, meski kondisi belum normal.

Kondisi ketidaknormalan ini akan menjadi normal baru (new normal), dengan perubahan model bisnis baru yang kini telah biasa mereka jalankan selama survival di masa Pandemik Covid-19. Para pengusaha pun mengembangkan berbagai strategi pemulihan dan penyiapan untuk tetap tumbuh pada masa post Covid-19. Masa di mana kondisi “normal pada ketidaknormalan” atau next normal. Pandemik Covid-19 men-disrupsi banyak sektor usaha (BI, Doode dalam Liputan 6, 2020).

Banyak sektor usaha yang tertekan atau sulit bertahan dari disrupsi Covid-19 ini, contohnya sektor usaha penerbangan, restoran, hotel, konstruksi, industri pengolahan, pertambangan, energi khususnya bahan bakar, ekspor komoditi tambang, dan lain-lain. Sektor usaha ini mengalami penurunan permintaan yang sangat tajam. Sektor usaha yang masih bisa bertahan pada masa Pandemik Covid-19 ini, misalnya sektor kehutanan, perikanan, listrik, gas, air bersih, pengangkutan barang, pertanian, perkebunan, dan peternakan. Pada sektor usaha ini umumnya masih bisa bertahan, mengingat permintaan akan jasa dan produk dari sektor ini masih normal.

= =

Sumber dan selengkapnya TruckMagz Ed. Agustus 2020, halaman 42 – No 74 / VI / AUGUST 2020: https://truckmagz.com/login/

Dr Zaroni., CISCP., CFMP – Finance & Humas Capital Director, PT Pos Logistik Indonesia/Dosen Prodi Teknik Industri Program Magister FTI UII

= = =

 

Berbagai skenario pengendalian penyebaran Covid-19 dan perkiraan puncak siklus

Stay at home, economy:

  • Belanja bahan makanan (groceries)
  • Jasa pesan antar makanan
  • Remote working, layanan streaming, media dan telekomunikasi, dan pembelajaran online.
  • Jasa penyimpanan data, layanan farmasi online,
  • Layanan kebersihan, dan fitness dari rumah.
  • Pilar stay at home adalah Logistik dan E-commerce

Respon

  • Reflex, don’t be a boiled frog
  • Act, survival
  • Imagine, think new normal

Cash flow survival “Understanding cash flow is key”

  • Creating a revised budget
  • Rapid AR collection
  • Cutting unnecessary expenses
  • Prioritizing necessary expenses
  • Deal with creditors and debtors
  • Searching for other sources of revenue.
  • Don’t lose sight of the long-

Jadi, bagaimana kita merespon Covid-19?

  • Bertahan
  • Bersabar
  • Terus bergerak

Detail unduh: Surviving and Preparation The Covid-19: Supply Chain & Logistics Strategy – | versi live youtube  disampaikan saat diskusi online yang diadakan oleh IKATI UII  (03 Mei 2020).

 

Dr Zaroni, Analis senior Supply Chain Indonesia, Head of Consulting Division Supply Chain Indonesia, Dosen Program Studi Teknik Industri Program Magister FTI UII

Supply Chain Indonesia menyarankan pemerintah dan pelaku usaha logistik membangun sistem yang bebas dan aman dari penyebaran virus corona.

Analis senior Supply Chain Indonesia (SCI) Zaroni menjelaskan kunci pembangunan sistem logistik yang bebas Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah mencegah penyebaran virus yang bisa terjadi di sepanjang pergerakan barang pada saat interaksi antar orang.

Hal itu, paparnya, bisa dimulai dari pengirim, petugas loket, petugas gudang, pengemudi, petugas pemrosesan, petugas kargo di bandara atau pelabuhan, petugas pengantaran barang, dan penerima barang.

“Berarti juga menjaga dan mencegah penyebaran virus karena interaksi barang dan petugas dengan peralatan atau material handling equipment,” jelasnya, Rabu (25/3).

Zaroni membeberkan beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu menjaga kesehatan dan ketahanan fisik dan jiwa setiap insan logistik, termasuk di dalamnya adalah memperhatikan asupan gizi, kebersihan, dan pola hidup sehat.

Insan logistik, lanjutnya, tidak hanya menjaga tetapi juga perlu mencegah, karena bukan hanya masalah diri sendiri yang akan terkena, tetapi juga orang di sekitar yang mungkin lebih lemah kondisi kesehatannya.

Dari sisi pemimpin logistik, dia menyarakan harus mampu memberikan energi yang positif dan harapan agar tim logistik lebih tenang dan tetap produktif.

Sebaliknya, ketua tim logistik juga harus mengurangi energi-energi negatif yang dapat menurunkan kondisi mental timnya.

Sumber: Bisnis Indonesia 26 Maret 2020 – Logistik halaman 7