E-voting Pemilu Nasional 2014 Menantang Risiko

YOGYAKARTA, (PRLM).- Gagasan penerapan e-voting dalam pemilihan umum (Pemilu) 2014 merupakan langkah menantang risiko meskipun Komisi Pemilihan Umum (KPU) sukses menerapkan e-voting pada pemilihan kepala daerah di Pandeglang dan Jembrana.

 

Pakar teknologi informasi Universitas Islam Indonesia (UII) Hapsara Manik, PhD menyatakan keberhasilan e-voting dalam dua pemilu lokal tidak bisa dijadikan jaminan bahwa e-voting dalam pemilu nasikonal bisa sukses.

 

Menurut dia tantangan terberat dari penerapan e-voting pemilihan umum nasional pada daya dukung tingkat sosial pemilih. “Tidak mudah mengubah pe milihan manual dengan mencoblos atau mencontreng kertas ke sentuhan layar komputer atau touchscreen maupun mouse-pinter atau klik layar gambar kandidat,” kata dia, Jumat (26/4/13).

 

KPU Pusat terobsesi dengan e-voting pemilu nasional dengan pertimbangan efisiensi waktu dengan catatan setiap pemilih hanya memerlukan meilih 6-45 detik dan data langsung terakumulasi dalam server.

 

Gagasan menerapkan e-voting, menurut dosen teknik informatika Fakultas Teknologi Industri UII, memerlukan kajian mendalam dari berbagai aspek. Aspek anggaran pengadaan perangkat dan dukungan perangkat lunak sebesar Rp 14 trilliun, di antaranya sebanyak Rp 5-6 triliun untuk pengadaan perangkat keras e-voting.

 

Kemudian keamanan, e-voting sangat rentan dengan kegamangan teknologi, serangan hacker. Dalam kasus e-voting di Amerika, seperti terjadi di negara bagian Bernalilo County dan Maryland, gambar kandidat Kerry pada layar elektronik berubah menjadi kandidat presiden Bush. Kasus lain di Maryland dan Orange County, kandidat tidak terdaftar di daerah pemilihan, yang terdaftar kandidat dari daerah pemilihan lain. Kasus lain di Honolulu, Hawai, kandidat dari partai yang tidak terdaftar tampil dalam layar.

 

Menurut dia kasus-kasus kegamangan teknologi tersebut bisa diatasi oleh para ahlinya. Namun, konteks Indonesia, penggunaan e-voting tantangan terbesar pada aspek sosial. Contoh penelitian tentang penggunaan seluler pada warga usia pemilih di Cangkringan, Sleman, 2011, dari 150 responden sebanyak 80 persen tidak menggunakan seluler. Kasus ini bisa dijadikan perbandingan dengan warga di Indonesia Timur, yang bisa jadi lebih tidak mengenal dan menggunakan teknologi informatika dibanding warga di kawasan Indonesia Barat dan Tengah.

 

“KPU perlu mengaji lebih dalam untuk menerapkan e-voting dalam Pemilu 2014. Saya berpendapat warga pemilih belum seluruhnya siap,” kata dia.(A-84/A-108)***

 

Jerri Irgo

 

diberitakan : Pikiran Rakyat

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply