Badan Cyber Nasional Mendesak Dibentuk

YOGYAKARTA — Pakar cybercrime Universitas Islam Indonesia (UII), Yudi Prayudi menandaskan perlu segera dibentuk Badan Cyber Nasional. Menyusul belum adanya koordinasi lintas sektoral dan multidimensi di antara lembaga yang memiliki keterkaitan dengan aktivitas cyber (Lembaga Sandi Negara – Kementerian Komunikasi dan Informasi – Cybercrime Polri – Kementerian Pertahanan- Menteri Koordinatosi Politik dan Keamanan).

Yudi Prayudi mengemukakan hal tersebut kepada wartawan di kampus Fakultas Teknik Industri, Universitas Islam Indonesia (FTI UII) Yogyakarta, Selasa (21/2/2017). Diharapkan keberadaan Badan Cyber Nasional bisa dilakukan koordinasi yang melibatkan sektor non goverment.

Saat ini, kata Yudi, infrastruktur sektor swasta masih ditangani secara mandiri. Sehingga pertahanan cyber kurang kuat saat menghadapi serangan. Karena itu, perlu ada koordinasi antara sektor swasta dan pemerintah.

Dijelaskan Yudi, berdasarkan hasil survei di Malaysia tahun 2015, semakin lama berinternet serangan semakin besar. Orang yang mengalokasikan waktu antara 1-24 jam per minggu online mendapatkan cybercrime sebanyak 64 persen. Selanjutnya, orang yang mengalokasikan waktu antara 24 – 49 jam/minggu untuk online mendapat serangan cybercrime sebesar 75 persen. Sedang yang mengalokasikan waktu online selama lebih dari 49 jam/minggu akan mendapat serangan cybercrime sebesar 79 persen.

Kata Yudi, ada tiga dampak dari serangan yaitu phishing, identity theft, hacking dan online harasment. Phishing adalah tindakan untuk memperoleh informasi pribadi seperti user ID, password dan data-data sensitif lainnya dengan menyamar sebagai orang atau organisasi yang berwenang melalui sebuah email.

“Melalui phising maka malware bisa masuk kedalam sistem ataupun akun bisa diambil alih. Data dari Verizon menunjukkan bahwa hampir 23 persen pengguna internet menjadi korban cyber crime melalui phising,” kata Yudi.

Sedang identity theft adalah meningkatnya aktivitas transaksi online serta prosedur pengisian form online menjadi media bagi pencurian data. Hacking adalah serangan terhadap sistem untuk maksud tertentu. Online harasment adalah kekerasan terhadap kelompok tertentu melalui media online,

Berdasarkan data dari Global Digital Snapshot bulan Januari 2017, populasi dunia sebesar 7.476 miliar jiwa. Sebanyak 3.773 miliar orang menggunakan internet atau 50 persen dari penduduk dunia. Pengguna internet terbagi 2.789 miliar orang atau 37 persen menggunakan media sosial, 4.917 miliar orang atau 66 persen menggunakan handphone, 2.549 miliar orang atau 34 persen pengguna active mobile sosial. “Saat ini, pengguna internet Indonesia sebesar 51 persen. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan angka rata-rata dunia yang hanya 50 persen,” kata Yudi.

diberitakan JogPaper

Jerri Irgo

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply